Kuansing, faktainfokom.com
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dijadwalkan oleh DPRD Kuantan Singingi (Kuansing) dengan sejumlah koperasi dan mantan kepala desa yang diduga kuat terlibat dalam alih fungsi kawasan hutan menjadi ribuan hektare perkebunan kelapa sawit kembali gagal membuahkan hasil. Ketua Komisi II DPRD Kuansing pun dinilai tidak profesional dan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.
Fedrios Gusni Ketua komisi II DPRD Kuansing saat dimintai tanggapan terkait hearing rapat dengar pendapat tersebut, dirinya justru mengelak dan tak bersedia memberikan tanggapan.
“Minta tanggapannya sama yang lain aja dulu, saya lagi sibuk” jawab Fedrios Gusni Ketua komisi II DPRD Kuansing kepada wartawan saat dikonfirmasi via pesan singkat WhatsApp.
Ketidakhadiran pihak-pihak yang telah dipanggil untuk kedua kalinya dalam RDP pada Kamis, 13 Februari 2025, semakin memperkuat dugaan bahwa ada upaya sistematis untuk menghindari transparansi dan pertanggungjawaban hukum.
Lebih ironis lagi, ribuan hektare perkebunan kelapa sawit yang berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) ini ternyata dikuasai oleh seorang cukong berinisial AW asal Medan, yang menggunakan koperasi sebagai kedok. Meskipun telah lama menguasai lahan secara ilegal, cukong tersebut tetap tak tersentuh hukum, sehingga menimbulkan pertanyaan besar mengenai komitmen penegakan hukum di Kuansing.
Alan, Ketua DPP JAGA Riau, mengaku miris melihat sikap DPRD Kuansing yang terkesan lemah dan tak berdaya menghadapi cukong yang menguasai ribuan hektare kawasan hutan di Kecamatan Hulu Kuantan. Menurutnya, lemahnya sikap DPRD ini bisa menjadi preseden buruk bagi perlindungan kawasan hutan dan keadilan bagi masyarakat setempat.
“DPRD seharusnya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat dan melindungi sumber daya alam. Namun, yang kita lihat justru sebaliknya, mereka terkesan takut atau bahkan membiarkan praktik ilegal ini terus berlangsung,” ujar Alan.
Ketidakmampuan DPRD Kuansing dalam memanggil para pelaku alih fungsi hutan ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah ada kepentingan lain yang bermain di balik lambannya penegakan hukum? Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin hutan yang tersisa di Kuansing akan terus dirambah demi kepentingan segelintir orang, sementara masyarakat hanya bisa menyaksikan ketidakadilan ini berlangsung tanpa ada tindakan nyata dari para wakil rakyat.
Karena tidak adanya kepastian hukum, Ketua umum JAGA Riau menyebutkan jika Yayasan JAGA RIAU akan membawa cukong yang berinisial AW tersebut ke Kejagung.
“Kita tidak main-main jika terkait Marwah Riau, kita akan bawa AW itu ke Kejagung, lihat saja nanti” tutur pria berbadan bongsor dan brewokan itu kepada wartawan.
(Miswan)