KEPULAUAN MERANTI, faktainfokom.com
Kasus dugaan penganiayaan terhadap Nuri (40) memasuki babak baru setelah upaya mediasi yang digelar penyidik Polres Kepulauan Meranti berakhir tanpa kesepakatan, Senin (…). Mediasi ini dilakukan satu bulan setelah Nuri resmi membuat laporan kepolisian pada Rabu, 29 Oktober 2025 pukul 11.00 WIB.
Setelah melapor ke SPKT Polres Kepulauan Meranti, Nuri menjalani visum di Puskesmas setempat. Laporan kemudian diteruskan ke Kasat Reskrim dan dilimpahkan kepada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Mediasi Dihadiri Dua Pihak dan Aparat Desa
Dalam pertemuan mediasi tersebut, Nuri hadir bersama suaminya, A (44), dan pendamping hukum, Ramlan CPLA, Ketua LBH CCI Provinsi Riau. Sementara itu, terlapor S (27) datang didampingi suami, ibu, dan beberapa anggota keluarganya. Kepala Desa Centai, M. Latief, S.Sos., serta Kanit PPA Polres Kepulauan Meranti, Aipda Desi, juga turut hadir.
Penyidik membuka pertemuan dengan menjelaskan tujuan mediasi sebagai upaya mencari penyelesaian tanpa melalui proses hukum panjang.
“Kami mengumpulkan bapak-ibu terkait laporan Ibu Nuri. Bila ada jalan tengah, tentu lebih baik, namun keputusan tetap berada pada kedua pihak,” ujar penyidik.
Aipda Desi menegaskan bahwa kepolisian tetap membuka ruang damai apabila kedua belah pihak sepakat.
“Jika ada iktikad baik, tentu bisa dibicarakan. Namun kami serahkan kepada Ibu Nuri sebagai korban,” ucapnya.
Terlapor Sampaikan Permintaan Maaf, Ucapan Tuai Respons Keras
Dalam mediasi, terlapor S menyampaikan permintaan maaf. Namun beberapa pernyataannya memicu ketegangan.
“Meminta maaf sudah dua kali kami lakukan di kantor desa, tapi tidak ada jalan tengah. Apa kami harus sujud meminta maaf? Permasalahan ini tentu ada penyebabnya,” ujar S.
Salah satu anggota keluarga terlapor menambahkan, “Kalau tidak ada api, tidak mungkin ada asap,” yang kembali memicu reaksi dari pihak pelapor.
Kuasa Hukum Pelapor Keberatan Sering Disela
Pendamping hukum pelapor, Ramlan CPLA, menyatakan keberatan karena penjelasannya beberapa kali disela oleh keluarga terlapor.
“Jika penyampaian kami terus dipotong, kami siap meninggalkan ruangan,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa persoalan damai atau tidak sepenuhnya menjadi hak korban.
“Tugas kami hanya mendampingi. Upaya pemerintah desa sudah ditempuh, namun keputusan menerima maaf atau tidak ada pada korban,” katanya.
Kepala Desa: Mediasi Desa Sudah Dua Kali Dilakukan
Kepala Desa Centai, M. Latief, membenarkan bahwa pihak desa sebelumnya telah melakukan dua kali mediasi.
“Namun belum ada titik temu. Kami hanya bisa mengarahkan agar berhati-hati dalam bertindak,” ujarnya.
Korban: Maaf Diberikan, Namun Proses Hukum Harus Tetap Berjalan
Dengan suara bergetar, Nuri menyatakan bahwa ia memaafkan sebagai sesama manusia, tetapi meminta polisi melanjutkan proses hukum.
“Saya tidak melihat permintaan maaf yang sungguh-sungguh. Hampir satu bulan tidak ada upaya mendatangi atau menghubungi saya. Saya ingin proses hukum tetap berjalan,” tegasnya.
Upaya penyidik mencari titik temu kembali gagal setelah terlapor S memberikan pernyataan tambahan yang dinilai memicu ketegangan. Penyidik kemudian menegur S dan menyatakan bahwa permintaan maaf harus disampaikan dengan tulus.
Mediasi Dinyatakan Gagal
Di penghujung mediasi, Nuri menegaskan penolakannya terhadap perdamaian.
“Hati saya sudah terlanjur sakit dan saya dipermalukan. Mereka datang ke rumah dan melakukan pengeroyokan. Saya ingin kasus ini tetap diproses sesuai hukum,” ujarnya.
Penyidik akhirnya menyatakan mediasi gagal dan proses hukum akan dilanjutkan sesuai ketentuan yang berlaku. Pertemuan ditutup dan seluruh pihak membubarkan diri. (Miswan)







