JAKARTA, faktainfokom.com
Kejaksaan Negeri Pekanbaru akhirnya menahan Sahala Sitompul tersangka kasus dugaan Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya Marta Uli Emmelia Panjaitan — sepupu Jenderal Luhut Binsar Panjaitan.
Menurut Jaka Marhaen SH kuasa hukum Marta Uli Emmelia mengucapkan terimakasih kepada Polresta dan Kajari Pekanbaru.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kapolresta Pekanbaru dan jajaran. Kami juga berterima kasih kepada Ibu Kajari Pekanbaru,” ujar Jaka Marhaen SH kuasa hukum Marta Uli
Jaka menjelaskan kasus dugaan KDRT yang dilaporkan Marta juga masuk dalam tindak pidana khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Sementara itu, pengamat hukum, Teuku Afriadi juga memberikan apresiasi kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Riau yang turut mengawal proses hukum kasus ini.
Menurutnya koordinasi antara penyidik Polresta Pekanbaru dan Jaksa Penuntut Umum sangat penting untuk memastikan berkas perkara dapat segera lengkap (P-21) sehingga kasus bisa segera dilimpahkan ke pengadilan.
“Peran Kejari Pekanbaru dalam melakukan supervisi dan pengawasan penanganan perkara juga patut diapresiasi, karena hal ini menunjukkan sinergi aparat penegak hukum yang baik,” kata Aktivis gerakan Mahasiswa tahun 1998 itu
“Penahanan Sahala Sitompul tidak hanya bentuk penegakan hukum, tetapi juga perlindungan terhadap korban agar tidak kembali mengalami tekanan maupun intimidasi. Aparat harus menjaga transparansi proses hukum sehingga kepercayaan masyarakat terhadap Polri maupun Kejaksaan semakin kuat,” pungkasnya.
Apa itu KDRT?
Menurut Jaka Marhaen SH, kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga, serta ancaman, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
“KDRT seringkali merupakan pola perilaku yang dilakukan oleh pelaku untuk menguasai dan mengendalikan korban, dan dapat terjadi dalam hubungan pernikahan, kohabitasi, atau keluarga.
Jenis-jenis KDRT
KDRT dapat berupa:
Kekerasan Fisik: Melibatkan tindakan fisik seperti pukulan, tamparan, cekikan, atau jambakan yang menimbulkan luka.
Kekerasan Seksual: Tindakan yang mengarah pada pemaksaan seksual, seperti menyentuh, mencium, atau berhubungan seks tanpa persetujuan korban.
Kekerasan Psikologis/Emosional: Perilaku mengendalikan, mengintimidasi, meneror, memanipulasi, menghina, atau menyalahkan korban, yang dapat menyebabkan luka batin, depresi, atau trauma.
Penelantaran Rumah Tangga: Meliputi penolakan atau pengabaian kewajiban untuk menafkahi anggota keluarga, serta penelantaran terhadap anak atau orang tua.
Dampak KDRT
KDRT dapat menimbulkan berbagai dampak buruk pada korban, baik jangka pendek maupun jangka panjang:
Dampak Fisik: Luka, memar, patah tulang, cacat, hingga kematian.
Dampak Psikologis: Trauma, depresi, gangguan kecemasan, rendah diri, dan keinginan untuk bunuh diri.
Dampak Sosial: Hilangnya pekerjaan dan gangguan pada proses tumbuh kembang anak.
Sikap yang Tepat Jika Mengalami KDRT Jika mengalami KDRT, penting untuk:
Mengakui dan Mendokumentasikan: Akui bahwa KDRT terjadi dan dokumentasikan setiap kejadian serta luka yang dialami sebagai bukti.
Tidak Menyalahkan Diri Sendiri: Jangan menyalahkan diri atas kekerasan yang dialami. Mencari Pertolongan: Jangan ragu untuk berkonsultasi ke dokter untuk kesehatan fisik, ke psikiater untuk kesehatan mental, atau melaporkan ke pihak berwajib jika KDRT sudah parah.
“Melakukan Perencanaan Keselamatan: Siapkan barang-barang penting jika perlu meninggalkan rumah, dan pertimbangkan untuk menggunakan nomor telepon baru agar tidak dilacak oleh pelaku, kata Jaka Marhaen SH.
Sampai berita ini diturunkan belum dapat konfirmasi dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pekanbaru Dr. Silpia Rosalina, S.H., M.H.
Sedangkan nomor WA Sahala Sitompul waktu dikonfirmasi juga tidak aktif. (*Miswan)