Kuningan, faktainfokom.com
Keberadaan mini kolam renang anak yang dilengkapi sumur bor di Desa Mancagar, Kecamatan Garawangi, Kabupaten Kuningan, menuai sorotan tajam dari masyarakat. Fasilitas yang awalnya disebut-sebut bersifat pribadi itu kini justru beroperasi layaknya usaha umum, dengan penarikan tarif masuk terhadap anak-anak, meski hingga kini tidak mengantongi izin resmi.
Kepala Desa Mancagar, Suryana, saat dikonfirmasi mengungkapkan bahwa bangunan di lokasi tersebut semula direncanakan sebagai gudang penyimpanan alat rias pengantin milik istri pemilik bangunan. Namun, dalam perjalanannya, sebagian area justru dialihfungsikan menjadi kolam renang anak yang digunakan secara luas oleh warga sekitar.
“Awalnya informasinya kolam itu untuk pribadi. Tapi karena banyak anak-anak yang mandi, akhirnya ditarik tarif Rp5.000 per orang,” ujar Suryana, Senin (15/12/2025).
Ironisnya, praktik pungutan tersebut disertai kebijakan yang dinilai tidak transparan. Suryana menuturkan pengalaman cucunya yang membawa uang Rp10.000 saat berenang. Setelah membayar tiket masuk, sisa uang tidak dikembalikan dengan alasan harus dibelanjakan di warung sekitar kolam.
“Katanya sisa uangnya harus dibelanjakan di warung dekat kolam, tidak dikembalikan,” katanya.
Fakta tersebut memunculkan pertanyaan mendasar di tengah masyarakat. Jika kolam renang itu benar-benar fasilitas pribadi, maka tidak semestinya dibuka untuk umum apalagi memungut tarif. Namun jika sudah difungsikan sebagai sarana usaha atau fasilitas publik, maka seharusnya tunduk pada aturan perizinan, standar keselamatan, serta mekanisme pengelolaan yang adil dan akuntabel.
Menanggapi polemik tersebut, Kepala Desa Mancagar menegaskan bahwa kolam renang anak itu bukan aset desa dan tidak pernah mengantongi izin dari pemerintah desa.
“Benar, kolam renang anak itu berada di wilayah Desa Mancagar, tepatnya Dusun Kliwon. Itu bukan milik desa dan tidak ada izin ke desa,” tegas Suryana.
Ia juga menyebut bahwa pemilik kolam renang tersebut merupakan Kepala Dusun dari desa lain.
“Itu milik Kadus Desa Balong bernama Bagus. Sampai sekarang memang belum saya tegur secara langsung, namun faktanya anak-anak mandi ke sana dan langsung dikenakan tarif,” jelasnya.
Situasi ini menimbulkan kritik terhadap lemahnya pengawasan dan respons pemerintah desa dalam menjaga ketertiban serta perlindungan warga, khususnya anak-anak. Selain persoalan perizinan dan pungutan, warga juga menyoroti aspek keselamatan, kesehatan, serta penggunaan sumber air tanah melalui sumur bor yang berpotensi berdampak lingkungan jika tidak diawasi.
Masyarakat berharap pemerintah desa segera mengambil langkah tegas dan terukur, baik melalui penertiban aktivitas, penegasan status usaha, maupun pembinaan kepada pemilik, agar tidak terjadi pembiaran praktik yang merugikan warga dan mencederai rasa keadilan sosial di lingkungan desa.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Dusun Balong, Bagus, membenarkan adanya mini kolam renang dan sumur bor yang berada di wilayah Desa Mancagar.
“Benar, kolam itu milik saya dan digunakan untuk pribadi. Debit air yang dipakai juga tidak seberapa,” ujarnya.
Terkait perizinan, Bagus mengakui bahwa hingga saat ini kolam renang dan sumur bor tersebut belum memiliki izin resmi. Ia menyatakan siap menutup operasional mini kolam renang tersebut apabila dinilai melanggar ketentuan yang berlaku.
| red/ |







